KONSEP DASAR KURIKULUM 2013
A. Latar Belakang
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa pembentukan Pemerintah Negara Indonesia yaitu antara lain untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mewujudkan upaya tersebut, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 Ayat (3) memerintahkan agar Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.
Perwujudan dari amanat Undang-Undang Dasar 1945 yaitu dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang merupakan produk undang-undang pendidikan pertama pada awal abad ke-21. Undang-undang ini menjadi dasar hukum untuk membangun pendidikan nasional dengan menerapkan prinsip demokrasi, desentralisasi, dan otonomi pendidikan yang menjunjung tinggi hak asasi manusia. Sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, undang-undang tentang sistem pendidikan nasional telah mengalami beberapa kali perubahan.
Pendidikan nasional, sebagai salah satu sektor pembangunan nasional dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Makna manusia yang berkualitas, menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Oleh karena itu, pendidikan nasional harus berfungsi secara optimal sebagai wahana utama dalam pembangunan bangsa dan karakter.
Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional diharapkan dapat mewujudkan proses berkembangnya kualitas pribadi peserta didik sebagai generasi penerus bangsa di masa depan, yang diyakini akan menjadi faktor determinan bagi tumbuh kembangnya bangsa dan negara Indonesia sepanjang jaman.
Dari sekian banyak unsur sumber daya pendidikan, kurikulum merupakan salah satu unsur yang bisa memberikan kontribusi yang signifikan untuk mewujudkan proses berkembangnya kualitas potensi peserta didik. Jadi tidak dapat disangkal lagi bahwa kurikulum, yang dikembangkan dengan berbasis pada kompetensisangat diperlukan sebagai instrumen untuk mengarahkan peserta didik menjadi: (1) manusia berkualitas yang mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah; dan (2) manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri; dan (3) warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi merupakan salah satu strategi pembangunan pendidikan nasional sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
B. Pengertian Kurikulum
Menurut Smith (2000) asal usul kata kurikulum berasal dari bahasa Yunani Kuno yang secara literal berarti jalan. Dalam lingkup pendidikan formal pengertian kurikulum sudah menjadi hal yang sentral dan telah menjadi sumber rujukan yang menjadi identitas. Definisi mengenai kurikulum sangat beragam serta spektrumnya pun sangat luas. Mulai dari defisini yang sangat sempit dimana kurikulum adalah “plan for learning” [perencanaan pembelajaran] dari Taba sampai ke pemahaman yang sangat luas dari de Marrie dan Le Compte: “total school experience provided to students whetter planned or unplanned” [pengalaman belajar yang diberikan kepada siswa baik direncanakan ataupun tidak] (dikutif dari O’Neill et al., 2004). Ataupun definisi yang juga cukup luas cakupannya didapat dari John Kerr “All the learningwhich is planned and guided by the school, whetter it is carried on in groups or individually, inside or outside the school” [pembelajaran yang direncanakan dan dibimbing di sekolah, baik itu diberikan secara kelompok ataupun individu, di dalam maupun di luar lingkungan sekolah] (dikutif dari Kelly, 1999). Sedengkan kan definisi kurikulum dari Depdiknas (2006) menyatakan bahwa “kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraankegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan” (tulisan miring ditambahkan).
Definisi kurikulum dari Taba dan Depdiknas bersifateksplisit yang ditujukan pada siswa dengan mendeskripsikan komponen yang sederhana saja dalam mengartikan kurikulum. Yaitu definisi yang hanya melibatkan guru, siswa dan bahan pelajaran yang akan diberikan; hal ini menunjukkan adanya perspektif kekuasaan dan satu arah dalam cara memandang kurikulum. Pandangan seperti yang dikemukakan oleh Depdiknas adalah pandangan tradisional dimana pihak penguasa (pemerintah) biasanya memutuskan jenis pengetahuan apa saja yang berharga (what knowledge is of most worth) untuk dipelajari oleh warga negara (things-to-be-learned) yang kemudian diberikan dalam bentuk transmisi informasi (bersifat top-down).
Sedangkan definisi dari Compte dan Kerr menunjukkannuansa yang lebih luas dalam memandang kurikulum. Komponen yang terdapat dalam kurikulum pun lebih diakomodasi, dan yang lebih utama lagi mengakui adanya hasil belajar yang tidak direncanakan yang juga bisa terjadi di luar lingkupsekolah. Secara lebih spesifik menurut Sturman (1991) terdapat paling tidak empat bagian dari kurikulum yang mengikat bagi guru yaitu: pengetahuan yang harus diajarkan, urutannya, metoda dan pendekatan mengajar, dan waktu yang diberikan untuk menyelesaikannya. Dengan kata lain, empat hal itu bisa menjadi indikator seberapa luas kewenangan memang diberikan ke tingkat lokal (sekolah formal) dalam hal kurikulum.
Keberadaan pola kurikulum terpusat (seperti terlihat dari definisi Depdiknas) ini menurut McGinn and Welsh (1999) pertama kali terjadi merupakan akibat dari meluasnya pendidikan formal pada abad ke-19 di dunia Barat seiring dengan menguatnya kekuasaan pemerintahan pusat oleh negara yang membawa akibat pada perlunya untuk menstandarisasi isi dan proses pendidikan. Dampak langsungnya pun dari upaya standarisasi ini sangat nyata yaitu adanya peningkatan mutu pendidikan dan lulusan sekolah. Namun belakangan dirasa bahwa pendekatan top-downbegini tidak selalu memuaskan. Sehingga mucul keinginan untuk menggeserkeseimbangan dalam penentuan keputusan kurikulum ini dengan harapan bahwa hal ini akan meningkatkan otonomi sekolah, lebih tanggap terhadap kondisi lingkungan dan lebih bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pendidikan.
Selain hal pergeseran kewenangan dalam kurikulum, terdapat pula isu dalam efektivitas kurikulum. Pada saat kurikulum yang diwajibkan diimplementasikan di sekolah, harapannya adalah bahwa murid mempelajari dan memahami dengan baik apa yang diinginkan oleh penyusun kurikulum (pemerintah) dan juga pelaksana di lapangan (guru). Pada kenyataannya selalu terdapat perbedaanantara apa yang diajarkan (intended curriculum) dengan apa yang dipahami oleh siswa (real curriculum); bahkan terdapat Pengertian Kurikulum Menurut Kerr, J. F (1968): Kurikulum adalah semua pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan secara individu ataupun secara kelompok, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Faktor lain yang bekerja diluar dari apa yang telahdirencanakan sebelumnya yang juga berpengaruh terhadap apa dan bagaimana siswa belajar yang biasa disebut kurikulum tersembunyi (hidden curriculum). Berbagai faktor yang berpengaruh di luar apa yangtelah diprogramkan dalam kurikulum diantaranya adalah: teori belajar dan pengajaran, gaya mengajar, praktek penilaian dan pelaporan, hubungan guru dengan murid, struktur dan organisasi sekolah dll. Pada kondisi tertentufaktor-faktor bisa lebih signifikan berpengaruh dibandingkan apa yang telah direncanakan dalam kurikulum.
Definisi-definisi kurikulum oleh tokoh lainnya:
1. Pengertian Kurikulum Menurut Inlow (1966): Kurikulum adalah usaha menyeluruh yang dirancang oleh pihak sekolah untuk membimbing murid memperoleh hasil pembelajaran yang sudah ditentukan.
2. Pengertian Kurikulum Menurut Neagley dan Evans (1967): kurikulum adalah semua pengalaman yang dirancang dan dikemukakan oleh pihak sekolah.
3. Pengertian Kurikulum Menurut Beauchamp (1968): Kurikulum adalah dokumen tertulis yang mengandung isi mata pelajaran yang diajar kepada peserta didik melalui berbagai mata pelajaran, pilihan disiplin ilmu, rumusan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
4. Pengertian Kurikulum Menurut Good V. Carter (1973): Kurikulum adalah kumpulan
kursus ataupun urutan pelajaran yang sistematik.
5. Pengertian Kurikulum Menurut UU No. 20 Tahun 2003: Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
C. Rasionalitas Pengembangan Kurikulum 2013
Pengembangan kurikulum perlu dilakukan karena adanya berbagai tantangan yang dihadapi, baik tantangan internal maupun tantangan eksternal.
1. Tantangan Internal
Tantangan internal antara lain terkait dengan kondisi pendidikan dikaitkan dengan tuntutan pendidikan yang mengacu kepada 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan yang meliputi standar pengelolaan, standar biaya, standar sarana prasarana, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar isi, standar proses, standar penilaian, dan standar kompetensi lulusan. Tantangan internal lainnya terkait dengan faktor perkembangan penduduk Indonesia dilihat dari pertumbuhan penduduk usia produktif. Terkait dengan tantangan internal pertama, berbagai kegiatan dilaksanakan untuk mengupayakan agar penyelenggaraan pendidikan dapat mencapai ke delapan standar yang telah ditetapkan. (Gambar 1).
gambar 1. 8 standar pencapaian penyelenggaraan pendidikan
Terkait dengan perkembangan penduduk, SDM usia produktif yang melimpah apabila memiliki kompetensi dan keterampilan akan menjadi modal pembangunan yang luar biasa besarnya. Namun apabila tidak memiliki kompetensi dan keterampilan tentunya akan menjadi beban pembangunan. Oleh sebab itu tantangan besar yang dihadapi adalah bagaimana mengupayakan agar SDM usia produktif yang melimpah ini dapat ditransformasikan menjadi SDM yang memiliki kompetensi dan keterampilan melalui pendidikan agar tidak menjadi beban (Gambar 2).
Gambar 2.
2. Tantangan Eksternal
Tantangan eksternal yang dihadapi dunia pendidikan antara lain berkaitan dengan tantangan masa depan, kompetensi yang diperlukan di masa depan, persepsi masyarakat, perkembangan pengetahuan dan pedagogi, serta berbagai fenomena negatif yang mengemuka.
Gambar 3.
3. Penyempurnaan Pola Pikir
Pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masa depan hanya akan dapat terwujud apabila terjadi pergeseran atau perubahan pola pikir. Pergeseran itu meliputi proses pembelajaran sebagai berikut:
a. Dari berpusat pada guru menuju berpusat pada siswa.
b. Dari satu arah menuju interaktif.
c. Dari isolasi menuju lingkungan jejaring.
d. Dari pasif menuju aktif-menyelidiki.
e. Dari maya/abstrak menuju konteks dunia nyata.
f. Dari pembelajaran pribadi menuju pembelajaran berbasis tim.
g. Dari luas menuju perilaku khas memberdayakan kaidah keterikatan.
h. Dari stimulasi rasa tunggal menuju stimulasi ke segala penjuru.
i. Dari alat tunggal menuju alat multimedia.
j. Dari hubungan satu arah bergeser menuju kooperatif.
k. Dari produksi massa menuju kebutuhan pelanggan.
l. Dari usaha sadar tunggal menuju jamak.
m. Dari satu ilmu pengetahuan bergeser menuju pengetahuan disiplin jamak.
n. Dari kontrol terpusat menuju otonomi dan kepercayaan.
o. Dari pemikiran faktual menuju kritis.
p. Dari penyampaian pengetahuan menuju pertukaran pengetahuan.
Sejalan dengan itu, perlu dilakukan penyempurnaan pola pikir dan penggunaan pendekatan baru dalam perumusan Standar Kompetensi Lulusan. Perumusan SKL di dalam KBK 2004 dan KTSP 2006 yang diturunkan dari SI harus diubah menjadi perumusan yang diturunkan dari kebutuhan. Penyempurnaan pola pikir perumusan kurikulum dapat dilihat di Tabel 1.
D. Landasan dan Pengembangan Kurikulum 2013
1. Landasan Penyempurnaan Kurikulum 2013
a. Ladasan Yuridis
Secara konseptual, kurikulum adalah suatu respon pendidikan terhadap kebutuhan masyarakat dan bangsa dalam membangun generasi muda bangsanya. Secara pedagogis, kurikulum adalah rancangan pendidikan yang memberi kesempatan untuk peserta didik mengembangkan potensi dirinya dalam suatu suasana belajar yang menyenangkan dan sesuai dengan kemampuan dirinya untuk memiliki kualitas yang diinginkan masyarakat dan bangsanya. Secara yuridis, kurikulum adalah suatu kebijakan publik yang didasarkan kepada dasar filosofis bangsa dan keputusan yuridis di bidang pendidikan.
Landasan yuridis kurikulum adalah Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005, dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi.
b. Landasan Filosofis
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa (UU RI nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Untuk mengembangkan dan membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat, pendidikan berfungsi mengembangkan segenap potensi peserta didik “menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara yang demokratis serta bertanggungjawab” (UU RI nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional maka pengembangan kurikulum haruslah berakar pada budaya bangsa, kehidupan bangsa masa kini, dan kehidupan bangsa di masa mendatang.
Pendidikan berakar pada budaya bangsa. Proses pendidikan adalah suatu proses pengembangan potensi peserta didik sehingga mereka mampu menjadi pewaris dan pengembang budaya bangsa. Melalui pendidikan berbagai nilai dan keunggulan budaya di masa lampau diperkenalkan, dikaji, dan dikembangkan menjadi budaya dirinya, masyarakat, dan bangsa yang sesuai dengan zaman dimana peserta didik tersebut hidup dan mengembangkan diri. Kemampuan menjadi pewaris dan pengembang budaya tersebut akan dimiliki peserta didik apabila pengetahuan, kemampuan intelektual, sikap dan kebiasaan, keterampilan sosial memberikan dasar untuk secara aktif mengembangkan dirinya sebagai individu, anggota masyarakat, warganegara, dan anggota umat manusia. Pendidikan juga harus memberikan dasar bagi keberlanjutan kehidupan bangsa dengan segala aspek kehidupan bangsa yang mencerminkan karakter bangsa masa kini. Oleh karena itu, konten pendidikan yang mereka pelajari tidak semata berupa prestasi besar bangsa di masa lalu tetapi juga hal-hal yang berkembang pada saat kini dan akan berkelanjutan ke masa mendatang. Berbagai perkembangan baru dalam ilmu, teknologi, budaya, ekonomi, sosial, politik yang dihadapi masyarakat, bangsa dan umat manusia dikemas sebagai konten pendidikan. Konten pendidikan dari kehidupan bangsa masa kini memberi landasan bagi pendidikan untuk selalu terkait dengan kehidupan masyarakat dalamberbagai aspek kehidupan, kemampuan berpartisipasi dalam membangun kehidupan bangsa yang lebih baik, dan memosisikan pendidikan yang tidak terlepas dari lingkungan sosial, budaya, dan alam. Lagipula, konten pendidikan dari kehidupan bangsa masa kini akan memberi makna yang lebih berarti bagi keunggulan budaya bangsa di masa lalu untuk digunakan dan dikembangkan sebagai bagian dari kehidupan masa kini.
Peserta didik yang mengikuti pendidikan masa kini akan menggunakan apa yang diperolehnya dari pendidikan ketika mereka telah menyelesaikan pendidikan 12 tahun dan berpartisipasi penuh sebagai warganegara. Atas dasar pikiran itu maka konten pendidikan yang dikembangkan dari warisan budaya dan kehidupan masa kini perlu diarahkan untuk memberi kemampuan bagi peserta didik menggunakannya bagi kehidupan masa depan terutama masa dimana dia telah menyelesaikan pendidikan formalnya. Dengan demikian sikap, keterampilan dan pengetahuan yang menjadi konten pendidikan harus dapat digunakan untuk kehidupan paling tidak satu sampai dua dekade dari sekarang. Artinya, konten pendidikan yang dirumuskan dalam Standar Kompetensi Lulusan dan dikembangkan dalam kurikulum harus menjadi dasar bagi peserta didik untuk dikembangkan dan disesuaikan dengan kehidupan mereka sebagai pribadi, anggota masyarakat, dan warganegara yang produktif serta bertanggungjawab di masa mendatang.
c. Landasan Teoritis
Kurikulum dikembangkan atas dasar teori pendidikan berdasarkan standar dan teori pendidikan berbasis kompetensi. Pendidikan berdasarkan standar adalah pendidikan yang menetapkan standar nasional sebagai kualitas minimal hasil belajar yang berlaku untuk setiap kurikulum. Standar kualitas nasional dinyatakan sebagai Standar Kompetensi Lulusan. Standar Kompetensi Lulusan tersebut adalah kualitas minimal lulusan suatu jenjang atau satuan pendidikan. Standar Kompetensi Lulusan mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan (PP nomor 19 tahun 2005).
Standar Kompetensi Lulusan dikembangkan menjadi Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan yaitu SKL SD, SMP, SMA, SMK. Standar Kompetensi Lulusan satuan pendidikan berisikan 3 (tiga) komponen yaitu kemampuan proses, konten, dan ruang lingkup penerapan komponen proses dan konten. Komponen proses adalah kemampuan minimal untuk mengkaji dan memproses konten menjadi kompetensi. Komponen konten adalah dimensi kemampuan yang menjadi sosok manusia yang dihasilkan dari pendidikan. Komponen ruang lingkup adalah keluasan lingkungan minimal dimana kompetensi tersebut digunakan, dan menunjukkan gradasi antara satu satuan pendidikan dengan satuan pendidikan di atasnya serta jalur satuan pendidikan khusus (SMK, SDLB, SMPLB, SMALB).
Kompetensi adalah kemampuan seseorang untuk bersikap, menggunakan pengetahuan dan keterampilan untuk melaksanakan suatu tugas di sekolah, masyarakat, dan lingkungan dimana yang bersangkutan berinteraksi. Kurikulum dirancang untuk memberikan pengalaman belajar seluas-luasnya bagi peserta didik untuk mengembangkan sikap, keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk membangun kemampuan tersebut. Hasil dari pengalaman belajar tersebut adalah hasil belajar peserta didik yang menggambarkan manusia dengan kualitas yang dinyatakan dalam SKL.
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (UU nomor 20 tahun 2003; PP nomor 19 tahun 2005). Kurikulum berbasis kompetensi adalah kurikulum yang dirancang baik dalam bentuk dokumen, proses, maupun penilaian didasarkan pada pencapaian tujuan, konten dan bahan pelajaran serta penyelenggaraan pembelajaran yang didasarkan pada Standar Kompetensi Lulusan.
Konten pendidikan dalam SKL dikembangkan dalam bentuk kurikulum satuan pendidikan dan jenjang pendidikan sebagai suatu rencana tertulis (dokumen) dan kurikulum sebagai proses (implementasi). Dalam dimensi sebagai rencana tertulis, kurikulum harus mengembangkan SKL menjadi konten kurikulum yang berasal dari prestasi bangsa di masa lalu, kehidupan bangsa masa kini, dan kehidupan bangsa di masa mendatang. Dalam dimensi rencana tertulis, konten kurikulum tersebut dikemas dalam berbagai mata pelajaran sebagai unit organisasi konten terkecil. Dalam setiap mata pelajaran terdapat konten spesifik yaitu pengetahuan dan konten berbagi dengan mata pelajaran lain yaitu sikap dan keterampilan. Secara langsung mata pelajaran menjadi sumber bahan ajar yang spesifik dan berbagi untuk dikembangkan dalam dimensi proses suatu kurikulum.
Kurikulum dalam dimensi proses adalah realisasi ide dan rancangan kurikulum menjadi suatu proses pembelajaran. Guru adalah tenaga kependidikan utama yang mengembangkan ide dan rancangan tersebut menjadi proses pembelajaran. Pemahaman guru tentang kurikulum akan menentukan rancangan guru (Rencana Program Pembelajaran/RPP) dan diterjemahkan ke dalam bentuk kegiatan pembelajaran. Peserta didik berhubungan langsung dengan apa yang dilakukan guru dalam kegiatan pembelajaran dan menjadi pengalaman langsung peserta didik. Apa yang dialami peserta didik akan menjadi hasil belajar pada dirinya dan menjadi hasil kurikulum. Oleh karena itu proses pembelajaran harus memberikan kesempatan yang luas kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi dirinya menjadi hasil belajar yang sama atau lebih tinggi dari yang dinyatakan dalam Standar Kompetensi Lulusan.
Kurikulum berbasis kompetensi adalah “outcomes-based curriculum” dan oleh karena itu pengembangan kurikulum diarahkan pada pencapaian kompetensi yang dirumuskan dari SKL. Demikian pula penilaian hasil belajar dan hasil kurikulum diukur dari pencapaian kompetensi. Keberhasilan kurikulum diartikan sebagai pencapaian kompetensi yang dirancang dalam dokumen kurikulum oleh seluruh peserta didik.
d. Landasan Empiris
Pada saat ini perekonomian Indonesia terus tumbuh di tengah bayang-bayang resesi dunia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 2005 sampai dengan 2008 berturut-turut 5,7%, 5,5%, 6,3%, 2008: 6,4% (www.presidenri.go.id/index.php/indikator). Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2012 diperkirakan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN sebesar 6,5 – 6,9 % (Agus D.W. Martowardojo, dalam Rapat Paripurna DPR, 31/05/2012). Momentum pertumbuhan ekonomi ini harus terus dijaga dan ditingkatkan. Generasi muda berjiwa wirausaha yang tangguh, kreatif, ulet, jujur, dan mandiri, sangat diperlukan untuk memantapkan pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa depan. Generasi seperti ini seharusnya tidak muncul karena hasil seleksi alam, namun karena hasil gemblengan pada tiap jenjang satuan pendidikan dengan kurikulum sebagai pengarahnya.
Sebagai negara bangsa yang besar dari segi geografis, suku bangsa, potensi ekonomi, dan beragamnya kemajuan pembangunan dari satu daerah ke daerah lain, sekecil apapun ancaman disintegrasi bangsa masih tetap ada. Kurikulum harus mampu membentuk manusia Indonesia yang mampu menyeimbangkan kebutuhan individu dan masyarakat untuk memajukan jatidiri sebagai bagian daribangsa Indonesia dan kebutuhan untuk berintegrasi sebagai satu entitas bangsa Indonesia.
Dewasa ini, kecenderungan menyelesaikan persoalan dengan kekerasan dan kasus pemaksaan kehendak sering muncul di Indonesia. Kecenderungan ini juga menimpa generasi muda, misalnya pada kasus-kasus perkelahian massal. Walaupun belum ada kajian ilmiah bahwa kekerasan tersebut bersumber dari kurikulum, namun beberapa ahli pendidikan dan tokoh masyarakat menyatakan bahwa salah satu akar masalahnya adalah implementasi kurikulum yang terlalu menekankan aspek kognitif dan keterkungkungan peserta didik di ruang belajarnya dengan kegiatan yang kurang menantang peserta didik. Oleh karena itu, kurikulum perlu direorientasi dan direorganisasi terhadap beban belajar dan kegiatan pembelajaran yang dapat menjawab kebutuhan ini.
Berbagai elemen masyarakat telah memberikan kritikan, komentar, dan saran berkaitan dengan beban belajar siswa, khususnya siswa sekolah dasar. Beban belajar ini bahkan secara kasatmata terwujud pada beratnya beban buku yang harus dibawa ke sekolah. Beban belajar ini salah satunya berhulu dari banyaknya mata pelajaran yang ada di tingkat sekolah dasar. Oleh karena itu kurikulum pada tingkat sekolah dasar perlu diarahkan kepada peningkatan 3 (tiga) kemampuan dasar, yakni baca, tulis, dan hitung serta pembentukan karakter.
Berbagai kasus yang berkaitan dengan penyalahgunaan wewenang, manipulasi, termasuk masih adanya kecurangan di dalam Ujian Nasional/UN menunjukkan mendesaknya upaya menumbuhkan budaya jujur dan antikorupsi melalui kegiatan pembelajaran di dalam satuan pendidikan. Maka kurikulum harus mampu memandu upaya karakterisasi nilai-nilai kejujuran pada peserta didik. Pada saat ini, upaya pemenuhan kebutuhan manusia telah secara nyata mempengaruhi secara negatif lingkungan alam. Pencemaran, semakin berkurangnya sumber air bersih, adanya potensi rawan pangan pada berbagai belahan dunia, dan pemanasan global merupakan tantangan yang harus dihadapi generasi muda di masa kini dan di masa yang akan datang. Kurikulum seharusnya juga diarahkan untuk membangun kesadaran dan kepedulian generasi muda terhadap lingkungan alam dan menumbuhkan kemampuan untuk merumuskan pemecahan masalah secara kreatif terhadap isu-isu lingkungan dan ketahanan pangan.
Dengan berbagai kemajuan yang telah dicapai, mutu pendidikan Indonesia harus terus ditingkatkan. Hasil studi PISA (Program for International Student Assessment), yaitu studi yang memfokuskan pada literasi bacaan, matematika, dan IPA, menunjukkan peringkat Indonesia baru bisa menduduki 10 besar terbawah dari 65 negara. Hasil studi TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study) menunjukkan siswa Indonesia berada pada ranking amat rendah dalam kemampuan (1) memahami informasi yang komplek, (2) teori, analisis dan pemecahan masalah, (3) pemakaian alat, prosedur dan pemecahan masalah dan (4) melakukan investigasi. Hasil studi ini menunjukkan perlu ada perubahan orientasi kurikulum dengan tidak membebani peserta didik dengan konten namun pada aspek kemampuan esensial yang diperlukan semua warga negara untuk berperan serta dalam membangun negara pada masa mendatang.
2. Pengembangan Kurikulum 2013
a. Kurikulum satuan pendidikan atau jenjang pendidikan bukan merupakan daftar mata pelajaran. Atas dasar prinsip tersebut maka kurikulum sebagai rencana adalah rancangan untuk konten pendidikan yang harus dimiliki oleh seluruh peserta didik setelah menyelesaikan pendidikannya di satu satuan atau jenjang pendidikan tertentu. Kurikulum sebagai proses adalah totalitas pengalaman belajar peserta didik di satu satuan atau jenjang pendidikan untuk menguasai konten pendidikan yang dirancang dalam rencana. Hasil belajar adalah perilaku peserta didik secara keseluruhan dalam menerapkan perolehannya di masyarakat.
b. Standar kompetensi lulusan ditetapkan untuk satu satuan pendidikan, jenjang pendidikan, dan program pendidikan. Sesuai dengan kebijakan Pemerintah mengenai Wajib Belajar 12 Tahun maka Standar Kompetensi Lulusan yang menjadi dasar pengembangan kurikulum adalah kemampuan yang harus dimiliki peserta didik setelah mengikuti proses pendidikan selama 12 tahun. Selain itu sesuai dengan fungsi dan tujuan jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah serta fungsi dan tujuan dari masing-masing satuan pendidikan pada setiap jenjang pendidikan maka pengembangan kurikulum didasarkan pula atas Standar Kompetensi Lulusan pendidikan dasar dan pendidikan menengah serta Standar Kompetensi satuan pendidikan
c. Model kurikulum berbasis kompetensi ditandai oleh pengembangan kompetensi berupa sikap, pengetahuan, keterampilan berpikir, dan keterampilan psikomotorik yang dikemas dalam berbagai mata pelajaran. Kompetensi yang termasuk pengetahuan dikemas secara khusus dalam satu mata pelajaran. Kompetensi yang termasuk sikap dan ketrampilan dikemas dalam setiap mata pelajaran dan bersifat lintas mata pelajaran dan diorganisasikan dengan memperhatikan prinsip penguatan (organisasi horizontal) dan keberlanjutan (organisasi vertikal) sehingga memenuhi prinsip akumulasi dalam pembelajaran.
d. Kurikulum didasarkan pada prinsip bahwa setiap sikap, keterampilan dan pengetahuan yang dirumuskan dalam kurikulum berbentuk Kemampuan Dasardapat dipelajari dan dikuasai setiap peserta didik (mastery learning) sesuai dengan kaedah kurikulum berbasis kompetensi.
e. Kurikulum dikembangkan dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan perbedaan dalam kemampuan dan minat. Atas dasar prinsip perbedaan kemampuan individual peserta didik, kurikulum memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memiliki tingkat penguasaan di atas standar yang telah ditentukan (dalam sikap, keterampilan dan pengetahuan). Oleh karena itu beragam program dan pengalaman belajar disediakan sesuai dengan minat dan kemampuan awal peserta didik.
f. Kurikulum berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta lingkungannya. Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik berada pada posisi sentral dan aktif dalam belajar
g. Kurikulum harus tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, budaya, teknologi, dan seni. Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, budaya, teknologi, dan seni berkembang secara dinamis. Oleh karena itu konten kurikulum harus selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, budaya, teknologi, dan seni; membangun rasa ingin tahu dan kemampuan bagi peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat hasil-hasil ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
h. Kurikulum harus relevan dengan kebutuhan kehidupan. Pendidikan tidak boleh memisahkan peserta didik dari lingkungannya dan pengembangan kurikulum didasarkan kepada prinsip relevansi pendidikan dengan kebutuhan dan lingkungan hidup. Artinya, kurikulum memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mempelajari permasalahan di lingkungan masyarakatnya sebagai konten kurikulum dan kesempatan untuk mengaplikasikan yang dipelajari di kelas dalam kehidupan di masyarakat.
i. Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Pemberdayaan peserta didik untuk belajar sepanjang hayat dirumuskan dalam sikap, keterampilan, dan pengetahuan dasar yang dapat digunakan untuk mengembangkan budaya belajar.
j. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kepentingan nasional dikembangkan melalui penentuan struktur kurikulum, Standar Kemampuan/SK dan Kemampuan Dasar/KD serta silabus. Kepentingan daerah dikembangkan untuk membangun manusia yang tidak tercabut dari akar budayanya dan mampu berkontribusi langsung kepada masyarakat di sekitarnya. Kedua kepentingan ini saling mengisi dan memberdayakan keragaman dan kebersatuan yang dinyatakan dalam Bhinneka Tunggal Ika untuk membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia.
k. Penilaian hasil belajar ditujukan untuk mengetahui dan memperbaiki pencapaian kompetensi. Instrumen penilaian hasil belajar adalah alat untuk mengetahuikekurangan yang dimiliki setiap peserta didik atau sekelompok peserta didik. Kekurangan tersebut harus segera diikuti dengan proses perbaikan terhadap kekurangan dalam aspek hasil belajar yang dimiliki seorang atau sekelompok peserta didik.
E. Penguatan Tata Kelola Kurikulum 2013
Pada Kurikulum 2013, penyusunan kurikulum dimulai dengan menetapkan standar kompetensi lulusan berdasarkan kesiapan peserta didik, tujuan pendidikan nasional, dan kebutuhan. Setelah kompetensi ditetapkan kemudian ditentukan kurikulumnya yang terdiri dari kerangka dasar kurikulum dan struktur kurikulum. Silabus telah dikembangkan di tingkat nasional, sehingga guru memiliki kesempatan yang lebih dalam mengembangkan proses pembelajaran. Perbandingan kerangka kerja penyusunan kurikulum dapat dilihat pada Gambar 4.
Hasil monitoring dan evaluasi pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang dilakukan Balitbang pada tahun 2010 juga menunjukkan bahwa secara umum total waktu pembelajaran yang dialokasikan oleh banyak guru untuk beberapa mata pelajaran di SD, SMP, dan SMA lebih kecil dari total waktu pembelajaran yang dialokasikan menurut Standar Isi. Di samping itu, dikaitkan dengan kesulitan yang dihadapi guru dalam melaksanakan KTSP, ada kemungkinan waktu yang dialokasikan dalam Standar Isi tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya. Hasil monitoring dan evaluasi ini juga menunjukkan bahwa banyak kompetensi yang perumusannya sulit dipahami guru, dan kalau diajarkan kepada siswa sulit dicapai oleh siswa. Rumusan kompetensi juga sulit dijabarkan ke dalam indikator dengan akibat sulit dijabarkan ke pembelajaran, sulit dijabarkan ke penilaian, sulit diajarkan karena terlalu kompleks, dan sulit diajarkan karena keterbatasan sarana, media, dan sumber belajar.
Untuk menjamin ketercapaian kompetensi sesuai dengan yang telah ditetapkan dan untuk memudahkan pemantauan dan supervisi pelaksanaan pengajaran, perlu diambil langkah penguatan tata kelola antara lain dengan menyiapkan pada tingkat pusat buku pegangan pembelajaran yang terdiri dari buku pegangan siswa dan buku pegangan guru. Karena guru merupakan faktor yang sangat penting di dalam pelaksanaan kurikulum, maka sangat penting untuk menyiapkan guru supaya memahami pemanfaatan sumber belajar yang telah disiapkan dan sumber lain yang dapat mereka manfaatkan. Untuk menjamin keterlaksanaan implementasi kurikulum dan pelaksanaan pembelajaran, juga perlu diperkuat peran pendampingan dan pemantauan oleh pusat dan daerah.
F. Struktur Kurikulum 2013
Struktur kurikulum terdiri atas sejumlah mata pelajaran, beban belajar, dan kalender pendidikan. Mata pelajaran terdiri atas:
• Mata pelajaran wajib diikuti oleh seluruh peserta didik di satu satuan pendidikan pada setiap satuan atau jenjang pendidikan
• Mata pelajaran pilihan yang diikuti oleh peserta didik sesuai dengan pilihan mereka.
Kedua kelompok mata pelajaran tersebut (wajib dan pilihan) terutama dikembangkan dalam struktur kurikulum pendidikan menengah (SMA dan SMK) sementara itu mengingat usia dan perkembangan psikologis peserta didik usia 7 – 15 tahun maka mata pelajaran pilihan belum diberikan untuk peserta didik SD dan SMP.
1. Struktur Kurikulum SD
Beban belajar dinyatakan dalam jam belajar setiap minggu untuk masa belajar selama satu semester. Beban belajar di SD Tahun I, II, dan III masing-masing 30, 32, 34 sedangkan untuk Tahun IV, V, dan VI masing-masing 36 jam setiap minggu. Jam belajar SD adalah 40 menit. Struktur Kurikulum SD adalah sebagai berikut:
Kelompok A adalah mata pelajaran yang memberikan orientasi kompetensi lebih kepada aspek intelektual dan afektif sedangkan kelompok B adalah mata pelajaran yang lebih menekankan pada aspek afektif dan psikomotor. Integrasi konten IPA dan IPS adalah berdasarkan makna mata pelajaran sebagai organisasi konten dan bukan sebagai sumber dari konten. Konten IPA dan IPS diintegrasikan ke dalam mata pelajaran PPKn, Bahasa Indonesia dan Matematika yang harus ada berdasarkan ketentuan perundang-undangan.
Pembelajaran tematik merupakan pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan berbagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran. Pengintegrasian tersebut dilakukan dalam 2 (dua) hal, yaitu integrasi sikap, kemampuan/keterampilan dan pengetahuan dalam proses pembelajaran serta pengintegrasian berbagai konsep dasar yang berkaitan.
Tema memberikan makna kepada konsep dasar tersebut sehingga peserta didik tidak mempelajari konsep dasar tanpa terkait dengan kehidupan nyata. Dengan demikian, pembelajaran memberikan makna nyata kepada peserta didik. Tema yang dipilih berkenaan dengan alam dan kehidupan manusia. Keduanya adalah pemberi makna yang substansial terhadap bahasa, PPKn, matematika dan seni budaya karena keduanya adalah lingkungan nyata dimana peserta didik dan masyarakat hidup. Disinilah kemampuan dasar/KD dari IPA dan IPS yang diorganisasikan ke mata pelajaran lain yang memiliki peran penting sebagai pengikat dan pengembang KD mata pelajaran lainnya.
Berdasarkan sudut pandang psikologis, tingkat perkembangan peserta didik tidak cukup abstrak untuk memahami konten mata pelajaran secara terpisah-pisah. Pandangan psikologi perkembangan dan Gestalt memberi dasar yang kuat untuk integrasi KD yang diorganisasikan dalam pembelajaran tematik. Dari sudut pandang trans disciplinarity maka pengotakan konten kurikulum secara terpisah ketat tidak memberikan keuntungan bagi kemampuan berpikir selanjutnya.
2. Struktur Kurikulum SMP
Beban belajar di SMP untuk Tahun VII, VIII, dan IX masing-masing 38 jam per minggu. Jam belajar SMP adalah 40 menit.Struktur Kurikulum SMP adalah sebagai berikut:
Kelompok A
adalah mata pelajaran yang memberikan orientasi kompetensi lebih kepada aspek
intelektual dan afektif sedangkan kelompok B adalah mata pelajaran yang lebih
menekankan pada aspek afektif dan psikomotor.
1.
Struktur
Kurikulum SMA
Untuk menerapkan
konsep kesamaan antara SMA dan SMK maka dikembangkan kurikulum Pendidikan
Menengah yang terdiri atas Kelompok mata pelajaran Wajib dan Mata pelajaran
Pilihan. Mata pelajaran wajib sebanyak 9 (Sembilan) mata pelajaran dengan beban
belajar 18 jam per minggu. Konten kurikulum (Kompetensi Inti/KI dan KD) dan
kemasan konten serta label konten (mata pelajaran) untuk mata pelajaran wajib
bagi SMA dan SMK adalah sama. Struktur ini menempatkan prinsip bahwa peserta
didik adalah subjek dalam belajar dan mereka memiliki hak untuk memilih sesuai
dengan minatnya.
Mata pelajaran
pilihan terdiri atas pilihan akademik (SMA) serta pilihan akademik dan
vokasional (SMK). Mata pelajaran pilihan ini memberikan corak kepada fungsi
satuan pendidikan dan di dalamnya terdapat pilihan sesuai dengan minat peserta
didik. Beban belajar di SMA untuk Tahun X, XI, dan XII masing-masing 43 jam
belajar per minggu. Satu jam belajar adalah 45 menit. Struktur Kurikulum
Pendidikan Menengah kelompok mata pelajaran wajib sebagai berikut.
Kompetensi Dasar
mata pelajaran wajib memberikan kemampuan dasar yang sama bagi tamatan
Pendidikan Menengah antara mereka yang belajar di SMA dan SMK. Bagi mereka yang
memilih SMA tersedia pilihan kelompok peminatan (sebagai ganti jurusan) dan
pilihan antar kelompok peminatan dan bebas. Nama Kelompok Peminatan digunakan
karena memiliki keterbukaan untuk belajar di luar kelompok tersebut sedangkan
nama jurusan memiliki konotasi terbatas pada apa yang tersedia pada jurusan
tersebut dan tidak boleh mengambil mata pelajaran di luar jurusan.
Struktur
Kelompok Peminatan Akademik (SMA) memberikan keleluasaan bagi peserta didik
sebagai subjek tetapi juga berdasarkan pandangan bahwa semua disiplin ilmu
adalah sama dalam kedudukannya. Nama kelompok minat diubah dari IPA, IPS dan
Bahasa menjadi Matematika dan Sains, Sosial, dan Bahasa. Nama-nama ini tidak
diartikan sebagai nama kelompok disiplin ilmu karena adanya berbagai
pertentangan fisolosfis pengelompokan disiplin ilmu. Berdasarkan filosofi
rekonstruksi sosial maka nama organisasi kurikulum tidak terikat pada nama
disiplin ilmu. Terlampir di bawah adalah mata pelajaran peminatan dan mata
pelajaran pilihan (pendalaman minat dan lintas minat).
G.
Pendalaman
dan Perluasan Materi
Berdasarkan
analisis hasil PISA 2009, ditemukan bahwa dari 6 (enam) level kemampuan yang
dirumuskan di dalam studi PISA, hampir semua peserta didik Indonesia hanya
mampu menguasai pelajaran sampai level 3 (tiga) saja, sementara negara lain
yang terlibat di dalam studi ini banyak yang mencapai level 4 (empat), 5
(lima), dan 6 (enam). Dengan keyakinan bahwa semua manusia diciptakan sama,
interpretasi yang dapat disimpulkan dari hasil studi ini, hanya satu, yaitu
yang kita ajarkan berbeda dengan tuntutan zaman.
Analisis
hasil TIMSS tahun 2007 dan 2011 di bidang matematika dan IPA untuk peserta
didik kelas 2 SMP juga menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda. Untuk bidang
matematika, lebih dari 95% peserta didik Indonesia hanya mampu mencapai level
menengah, sementara misalnya di Taiwan hampir 50% peserta didiknya mampu
mencapai level tinggi dan advance. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa yang
diajarkan di Indonesia berbeda dengan apa yang diujikan atau yang distandarkan
di tingkat internasional.
Untuk
bidang IPA, pencapaian peserta didik kelas 2 SMP juga tidak jauh berbeda dengan
pencapaian yang mereka peroleh untuk bidang matematika. Hasil studi pada tahun
2007 dan 2011 menunjukkan bahwa lebih dari 95% peserta didik Indonesia hanya
mampu mencapai level menengah, sementara hampir 40% peserta didik Taiwan mampu
mencapai level tinggi dan lanjut (advanced). Dengan keyakinan bahwa semua anak
dilahirkan sama, kesimpulan yang dapat diambil dari studi ini adalah bahwa apa
yang diajarkan kepada peserta didik di Indonesia berbeda dengan apa yang
diujikan atau distandarkan di tingkat internasional.
Hasil
studi internasional untuk reading dan literacy (PIRLS) yang ditujukan untuk
kelas IV SD juga menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda dengan hasil studi
untuk tingkat SMP seperti yang dipaparkan terdahulu. Dalam hal membaca, lebih
dari 95% peserta didik Indonesia di SD kelas IV juga hanya mampu mencapai level
menengah, sementara lebih dari 50% siswa Taiwan mampu mencapai level tinggi dan
advance. Hal ini juga menunjukkan bahwa apa yang diajarkan di Indonesia berbeda
dengan apa yang diujikan dan distandarkan pada tingkat internasional.
Hasil
analisis lebih jauh untuk studi TIMSS dan PIRLS menunjukkan bahwa soal-soal
yang digunakan untuk mengukur kemampuan peserta didik dibagi menjadi empat
kategori, yaitu:
- low
mengukur kemampuan sampai level knowing
- intermediate
mengukur kemampuan sampai level applying
- high
mengukur kemampuan sampai level reasoning
- advance
mengukur kemampuan sampai level reasoning with incomplete information.
H.
Strategi Implementasi Kurikulum 2013
Tujuan kurikulum
2013 adalah untuk menhasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif,
inovatif, afektif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Untuk
mewujudkan itu dalam implementasinya guru dituntut untuk merancang pembelajaran
yang efektif dan bermakna, mengorganisasikan pembelajaran, memilih pendekatan
pembelajaran yang tepat, menentukan prosedur pembelajaran, pembentukan
kompetensi secara efektif, dan menetapkan kriteria keberhasilan.
1.
Merancang
Pembelajaran Efektif dan Bermakna
Pembelajaran
efektif dan bermakna dapat dirancang oleh setiap guru, dengan prosedur sebagai
berikut.
a.
Pemanasan
dan Apersepsi
Pemanasan dan
apersepsi dapat dilakukan dengan prosedur sebagai berikut.
1) Pembelajaran diawali dengan hal-hal yang
diketahui dan dipahami peserta didik
2) Peserta didik dimotivasi dengan bahan
ajar yang menarik dan berguna bagi kehidupan mereka.
3) Peserta didik digerakkan agartertarik
untuk mengetahui hal – hal yang baru.
b.
Eksplorasi
Eksplorasi
merupakan kegiatan pembelajaran untuk mengenalkan bahan kemudian dikaitkan
dengan pengetahuan awal yang dimiliki peserta didik.
c.
Konsolidasi
pembelajaran
Konsolidasi
pembelajaran merupakan kegiatan pembelajaran untuk mengaktifkan peserta didik
dalam proses pembentukan kompetensi dan karakter, serta menghubungkannya dengan
kehidupan nyata.
d.
Pembentukan
sikap, kompetensi, dan karakter
Pembentukan
sikap, kompetensi, dan karakter dapat dilaksanakan dengan cara peserta didik
didorong untuk menerapkan konsep, pengertian, kompetensi, dan karakter yang
dipelajarinya dalam kehidupan sehari – hari; menggunakan kegiatan praktikum
jika materi yang dipelajari menunjang kegiatan praktikum, agar peserta didik
dapat membangun sikap, kompetensi, dan karakter baru dalam kehidupan sehari –
hari.
e.
Penilaian
formatif
Penilaian
formatif dikembangkan sesuai dengan cara penilaian untuk menilai hasil
pembelajaran peserta didik. Hasil penilaian digunakan untuk menganalisis
kelemahan peserta didik dan masalah – masalah yang dihadapi guru dalam
membentuk karakter dan kompetensi.
2.
Mengorganisasikan
Pembelajaran
Implementasi
kurikulum 2013 menuntut guru untuk mengorganisasikan pembelajaran secara
efektif. Mengorganisasikan pembelajaran secara efektif terdapat lima hal yang
perlu diperhatikan yaitu:
a.
Pelaksanaan
pembelajaran
Pembelajaran
dalam implementasi kurikulum 2013 yang berbasis karakter dan kompetensi
hendaknya dilaksanakan berdasarkan kebutuhan dan karakteristik peserta didik.
Oleh karena itu pembelajaran berbasis karakter dan kompetensi sudah seharusnya
dijadikan sebagai acuan dan dipahami oleh para guru.
b.
Pengadaan
dan pembinaan tenaga ahli
Implementasi
kurikulum 2013 diperlukan pengadaan dan pembinaan tenaga ahli, yang memiliki
sikap,pribadi, kompetensi, dan keterapilan yang berkaitan dengan pembelajaran
berbasis kompetensi dan karakter.
c.
Pendayagunaan
lingkungan sumber belajar
Implementasi
kurikulum 2013 agak terlaksana dengan baik maka diperlukan pendayagunaan sumber
belajar dengan baik. Untuk kepentingan tersebut guru dituntut untuk
mendayagunakan lingkungan sosial, serta menjalin kerjasama yang baik dengan
unsur – unsuryang terkait dengan pendayagunaan.
d.
Pengembangan
kebijakan sekolah
Implementasi
kurikulum perlu didukung oleh kebijakan – kebijakan kepala sekolah. Kebijakan
yang baik akan dapat memberikan kemudahan dan kelancaran dalam implementasi
kurikulum 2013.
3.
Memilih
Memilih
pendekatan pembelajaran, seorang guru harus tahu filsafat ilmunya dan filsafat
pendidikannya. Filsafat ilmunya merupakan proses penemuan konsepnya dari tokoh
yang menemukannya. Filsafat pendidikan merupakan proses yang melahirkan suatu
pendekatan pembelajaran. Guru dalam memilih pendekatan yang tepat yaitu dengan
menghubungkan filsafat pendidikan dari pendekatan pembelajaran itu dengan
filsafat ilmu (konsep) yang akan diajarkan.
4.
Menentukan
Pendekatan Pembelajaran
Implementasi
kurikulum 2013 yang berbasis karakter dan kompetensi dapat dilakukan dengan
berbagai pendekatan pembelajaran. Pendekatan pembelajaran yang cocok dengan
basis kurikulum 2013 diantaranya pendekatan pembelajaran kontekstual, bermain
peran, pembelajaran partisipatif, belajar tuntas, pembelajaran kontruktivisme.
5.
Melaksanakan
Pembelajaran, Pembentukan Kompetensi, dan Karakter
Pembelajaran
dalam menyukseskan implementasi kurikulum 2013 merupakan keseluruhan proses
belajar, pembentukan kompetensi dan karakter peserta didik yang direncanakan.
Untuk kepentingan tersebut kompetensi inti, kompetensi dasar, materi standar,
indikator pembelajaran, dan waktu yang diperlukan harus ditetapkan sesuai
dengan kepentingan pembelajaran, sehingga peserta didik memperoleh kesempatan
dan pengalaman belajar dengan optimal. Kegiatan pembelajaran pada umumnya
mencakup kegiatan awal, kegiatan inti (pembentukan kompetensi dan karakter) ,
dan kegiatan akhir atau penutup.
6.
Menetapkan
Kriteria Keberhasilan
Keberhasilan
implementasi kurikulum 2013 dalam pembentukan kompetensi dan karakter dapat
dilihat dari segi proses dan segi hasil. Dari segi proses dikatakan berhasil
dan berkualitas apabila seluruh atau sebagian besar 75% peserta didik terlibat
secara aktif baik fisik, mental, maupun sosial dalam proses pembelajaran. Dari
segi hasil dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan perilaku positif pada
peserta didik seluruhnya atau sebagian besar 75%. Pembentukan kompetensi dan
karakter diakatakan berhasil dan berkualitas apabila masukan merata,
menghasilkan ouput yang banyak dan bermutu tinggi, perkembangan masyarakat dan
pembangunan yang semakin maju. Hal tersebut agar terpenuhi perlu dikembangkan
pembelajaran yang kondusif untuk membentuk manusia yan berkualitas tinggi baik
mental, moral maupun fisik.
I.
Keunggulan dan Kelemahan Kurikulum 2013
1.
Keunggulan
Kurikulum 2013
a.
Kurikulum
2013 menggunakan pendekatan yang bersifat alamiah (kontekstual), karena
berangkat, berfokus, dan bermuara pada hakekat peserta didik untuk
mengembangkan berbagai kompetensi sesuai dengan potensi.
b.
Kurikulum
2013 yang berbasis karakter dan kompetensi mendasari pengembangan kemampuan –
kemampuan lain.
c.
Bidang
– bidang studi tertentu pengembangannya menggunakan pendekatan kompetensi.
d.
Siswa
dituntut untuk aktif, kreatif dan inovatif dalam pemecahan masalah.
e.
Penilaian
didapat dari semua aspek.
f.
Kompetensi
menggambarkan secara holistik domain sikap, keterampilan, dan pengetahuan.
g.
Beberapa
kompetensi yang dibutuhkan sesuai dengan perkembangan kebutuhan (misalnya
pendidikan karakter, metodologi pembelajaran aktif, keseimbangan soft skills
dan hard skills, kewirausahaan).
h.
Kurikulum
2013 tanggap terhadap perubahan sosial yang terjadi pada tingkat lokal,
nasional, maupun global. . Untuk tingkat SD, penerapan sikap masih dalam ruang
lingkup lingkungan sekitar, sedangkan untuk tingkat SMP penerapan sikap
dituntut untuk diterapkan pada lingkungan pergaulannya dimanapun ia berada.
Sementara itu, untuk tingkat SMA/SMK, dituntut memiliki sikap kepribadian yang
mencerminkan kepribadian bangsa dalam pergaulan dunia.
i.
Standar
penilaian mengarahkan pada penilaian berbasis kompetensi (sikap, keterampilan,
dan pengetahuan secara proporsional)
j.
Meningkatkan
motivasi mengajar dengan meningkatkan kompetensi profesi, pedagogik, sosial,
dan personal.
2.
Kelemahan
Kurikulum 2013
a.
Banyak
guru yang beranggapan bahwa dengan kurikulum terbaru ini guru tidak perlu
menjelaskan materinya. Padahal kita tahu bahwa belajar matematika, fisika,dll
tidak cukup hanya membaca saja. Peran guru sebagai fasilitator tetap
dibutuhkan, terlebih dalam hal memotivasi siswa untuk aktif belajar.
b.
Sebagian
besar guru belum siap sebagai fasilitator untuk mengembangkan karakter dan
kompetensi peserta didik. Untuk itu diperlukan pelatihan-pelatihan dan
pendidikan agar merubah paradigma guru sebagai pemberi materi menjadi guru yang
dapat memotivasi peserta didik.
c.
Konsep
pendekatan scientific masih belum dipahami, apalagi tentang metoda pembelajaran
yang kurang aplikatif disampaikan.
d.
Ketrampilan
merancang RPP dan penilaian autentik belum sepenuhnya dikuasai oleh guru.
e.
Guru
juga tidak pernah dilibatkan langsung dalam proses pengembangan kurikulum 2013.
Pemerintah melihat seolah-olah guru dan siswa mempunyai kapasitas yang sama.
f.
Tidak
ada keseimbangan antara orientasi proses pembelajaran dan hasil dalam kurikulum
2013. Keseimbangan sulit dicapai karena kebijakan ujian nasional (UN) masih
diberlakukan. UN hanya mendorong orientasi pendidikan pada hasil dan sama
sekali tidak memperhatikan proses pembelajaran.
Daftar
Rujukan
Mulyasa, E. 2014. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Nuryani, W. 2010. Kajian dan Pengembangan Kurikulum. Yogyakarta: Universitas Negeri
Yogyakarta.
Ross, A. 200. Curriculum Construction and Critique. London: Falmer Press.